(Foto montase pelaku kriminal yang dirilis oleh Kepolisian Metropolitan Tokyo, Wikipedia.org)
Jepang pernah mengalami hari kelam dengan kasus perampokan yang menyebabkan kerugian mencapai 300 juta yen (sekitar Rp32,97 miliar berdasarkan kurs saat ini). Insiden ini menjadi noda dalam sejarah perbankan Jepang, sebab pelaku utama hingga kini belum tertangkap.
Pasca revolusi industri, Jepang dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat keamanan tertinggi berkat sistem pengawasan dan mekanisme kehidupan yang ketat. Namun, layaknya alur cerita tak terduga, kejahatan seperti penipuan dan perampokan masih terjadi, dilakukan oleh pelaku yang kerap "selangkah lebih maju" dari aparat.
Pada 10 Desembar 1968, seorang manajer bank di Kota Fuchu dilaporkan menerima serangkaian surat kaleng dari pihak tak dikenal selama beberapa bulan. Dalam surat tersebut, pelaku mengancam akan meledakkan rumah sang manajer menggunakan dinamit jika tidak menyerahkan uang sebesar 300 juta yen.
Manajer bank tersebut telah melapor ke polisi, yang kemudian melakukan pengawasan dan penjagaan ketat di rumahnya. Polisi juga memberi larangan keras agar masalah ini tidak disebarluaskan, mengingat posisi manajer serta kemungkinan pelaku merupakan orang terdekat.
Meski dilarang, manajer akhirnya menceritakan ancaman tersebut kepada beberapa orang (ya lah, ada masalah kalau gak curhat gimana). Informasi ini kemudian menjadi perbincangan di kalangan pegawai bank.
Di tengah situasi tersebut, manajer tetap menjalankan tugasnya. Pada 10 Desember 1968, Bank Shintaku Ginko harus mengirimkan uang sebesar 300 juta yen ke perusahaan Toshiba. Dana tersebut merupakan total bonus gaji karyawan Toshiba yang akan dibayarkan.
Atas instruksi pimpinan perusahaan (nasabah bank), manajer menugaskan empat karyawannya untuk melakukan pengiriman rutin.
Keempat karyawan kemudian mengendarai mobil berisi uang menuju kantor Toshiba. Awalnya, perjalanan berlangsung aman dan tenang. Bahkan, nuansa "nyanyian burung dan cahaya mentari" seolah mengiringi hari yang terasa damai bagi mereka.
Penjara Fuchū
Hak Cipta © Informasi Gambar Lahan Nasional (Foto Udara Berwarna), Kementerian Pertanahan, Infrastruktur, Transportasi, dan Pariwisata
Saat mobil melintas di depan penjara Kota Fuchu, keempat karyawan dikejutkan oleh seorang polisi pengendara motor yang tiba-tiba menghentikan mereka secara mendesak.
Mereka pun menepi dan menghentikan mobil di jalan raya depan penjara. Dengan panik, polisi itu menyatakan bahwa rumah manajer Bank Shintaku Ginko telah diledakkan. Kabar ini membuat keempat karyawan—yang mengetahui ancaman sebelumnya—langsung kaget dan speechless.
Polisi tersebut menambahkan bahwa ledakan menimbulkan korban jiwa dan ancaman belum berakhir. Pelaku disebut juga akan meledakkan kantor Shintaku Ginko. Lebih mengejutkan, polisi itu mengklaim mobil yang mereka tumpangi berisiko dipasangi bom.
Karena mengira polisi sedang bertugas, keempat karyawan menuruti permintaan untuk keluar dari mobil dan membiarkannya diperiksa. Dalam kebimbangan, mereka menunggu sambil memperhatikan "polisi" yang melakukan pengecekan.
Saat pemeriksaan di bawah mobil, polisi tersebut tiba-tiba berdiri dan mundur. Keempat karyawan menyadari ada yang salah ketika melihat asap keluar dari kendaraan.
“ADA BOM DI MOBIL INI! LARI!” teriak polisi itu, memerintahkan mereka lari sejauh mungkin. Chaos pun terjadi. Keempat karyawan, yang masih ingin menyelamatkan diri, berlari dan bersembunyi di balik tembok penjara Kota Fuchu.
1 Detik mereka menunggu.
2 Detik mereka menunggu.
3 Detik mereka menunggu.
Waktu terus berlalu, tetapi ledakan yang diantisipasi tak kunjung terdengar.
Penasaran, salah satu karyawan memberanikan diri mengintip. Yang mereka temukan adalah mobil bank hilang dan polisi tadi telah lenyap dari jalan raya—bersama 300 juta yen.
Keempat karyawan kebingungan. Mereka sempat mengira polisi tersebut mungkin membawa mobil ke lokasi aman, sehingga menelepon kantor. Manajer bank sendiri yang menjawab dan menyatakan rumahnya baik-baik saja, tanpa ada ledakan.
Ternyata, "polisi" yang menghentikan mereka adalah penipu yang berhasil kabur dengan membawa 300 juta yen yang seharusnya dikirim ke Toshiba.
Dalam penyelidikan di TKP, polisi menemukan flare yang digunakan pelaku untuk mengelabui karyawan bank seolah mobil dipasang bom. Selain itu, terdapat 120 barang bukti lain di lokasi. Namun, belakangan diketahui semua item itu sengaja ditinggalkan pelaku untuk mengacaukan investigasi.
Hingga kini, uang 300 juta yen tetap hilang, dan kasus ini masih tercatat sebagai salah satu misteri kriminal terbesar Jepang yang belum terungkap.
Yang Terhormat Pembaca Blog ArsipKriminal,
Kami menghimbau untuk tidak melakukan copy-paste konten tanpa izin. Setiap artikel dibuat dengan usaha dan waktu yang tidak singkat. Untuk mengutip materi, wajib sertakan sumber dengan tautan aktif (backlink) ke laman ini. Keberatan? Hubungi Kami!