Pada tahun 1991, keluarga Miyazawa memutuskan untuk menetap di Jalan Kamisoshigaya, Setagaya, wilayah suburban di barat Tokyo. Saat itu, kawasan tersebut dikenal sebagai permukiman padat dengan lebih dari dua ratus rumah. Namun, seiring waktu, jumlah tetangga mereka perlahan berkurang akibat penjualan lahan dan perpindahan penduduk ke kota. Nasib tragis justru menimpa keluarga ini sembilan tahun kemudian. Tanggal 31 Desember 2000, mereka menjadi korban pembunuhan keji di kediaman sendiri. Hingga kini, setelah dua puluh tahun berlalu, identitas pelaku masih menjadi misteri.
Keluarga Miyazawa |
Pada 30 Desember 2000, sekitar pukul 23.30 Waktu Standar Jepang, Mikio Miyazawa (44), istrinya Yasuko (41), serta kedua anak mereka, Niina (8) dan Rei (6), ditemukan tewas di rumah mereka di Kamisoshigaya. Mikio, Yasuko, dan Niina meninggal akibat luka tusuk, sementara Rei kehilangan nyawa karena dicekik.
Rumah Keluarga Miyazawa pada Malam Hari Dilihat dari Taman Soshigaya (Difoto pada Desember 2011) |
Berdasarkan investigasi Kepolisian Metropolitan Tokyo, pelaku diduga masuk melalui jendela kamar mandi di lantai dua yang menghadap halaman belakang. Akses ke jendela tersebut dimungkinkan dengan memanjat pohon. Setelah masuk, pelaku langsung menyerang Rei yang sedang tidur di kamar lantai dua. Terdengar suara perlawanan dari Mikio yang berusaha menyelamatkan anaknya. Dalam insiden itu, Mikio sempat melukai pelaku sebelum akhirnya ditikam di kepala menggunakan pisau sashimi bōchō—senjata khas untuk menyiapkan sashimi. Bilah pisau tersebut bahkan patah dan tertinggal di kepala korban.
Setelah membunuh Mikio dan Rei, pelaku turun ke lantai satu untuk mencari Yasuko dan Niina. Keduanya ditusuk berulang kali dengan pisau yang sudah patah. Karena dianggap tidak efektif, pelaku beralih menggunakan pisau santoku dari dapur Miyazawa untuk menghabisi kedua korban.
Baca Juga: Kisah Nyata, Hantu yang Memecahkan Kasus Pembunuhannya Sendiri di Chicago
Yang membuat penyidik terkejut adalah fakta bahwa pelaku tetap berada di rumah korban selama 2–10 jam setelah kejadian. Selama di lokasi, pelaku menggunakan komputer keluarga, mengonsumsi teh barley, melon, dan es krim dari lemari es, serta meninggalkan kotoran di toilet tanpa menyiramnya. Pelaku juga merawat lukanya dengan kotak P3K milik korban dan tidur siang di sofa ruang tamu lantai dua.
Analisis komputer menunjukkan aktivitas internet pada pukul 01.18 dini hari dan pukul 10.00 pagi. Diduga, akses terakhir terjadi ketika Haruko—ibu Yasuko—tiba di rumah dan menemukan jenazah keluarga tersebut. Sebelumnya, Haruko tidak dapat menghubungi putrinya karena saluran telepon sengaja diputus pelaku.
Gambar ini merekonstruksi outfit pelaku berdasarkan barang bukti di TKP (tanpa tas pinggul hijau tua). Penggunaan topi tidak dapat dipastikan, tetapi beberapa sumber merujuk foto ini sebagai acuan visual. |
Pelaku meninggalkan sejumlah barang di TKP, termasuk pakaian yang dilipat rapi, sepatu kets merek Slazenger ukuran Korea, tas pinggang hijau tua, saputangan hitam, syal, jaket bulu, dan sarung tangan musim dingin. Sidik jari pelaku banyak ditemukan, namun tidak cocok dengan database kepolisian.
Analisis forensik mengungkap partikel pasir dari Gurun Nevada di dalam tas pelaku, tepatnya dari area Pangkalan Angkatan Udara Edwards, California. Selain itu, tes DNA menunjukkan bahwa pelaku merupakan pria berdarah campuran: ibu keturunan Eropa Selatan (sekitar Mediterania atau Adriatik) dan ayah dari Asia Timur. Pelaku diperkirakan berusia 15–35 tahun (lahir 1965–1985), bertinggi 170 cm, berpostur kurus, dan tidak kidal.
Meski bukti fisik melimpah, kasus ini masih belum terpecahkan. DNA pelaku tidak cocok dengan data kriminal yang ada, mengindikasikan bahwa ini mungkin kejahatan pertamanya. Polisi juga kesulitan melacak sweter yang dikenakan pelaku, meski hanya 130 unit yang diproduksi di Prefektur Kanagawa.
Hingga kini, penyelidikan tetap dibuka dengan harapan teknologi modern dapat mengungkap identitas "Pembunuh Tanpa Wajah" ini. Masyarakat Jepang masih menanti keadilan untuk keluarga Miyazawa, sementara para ahli kriminalogi terus mempertanyakan bagaimana pelaku bisa lolos dari jerat hukum meski meninggalkan jejak begitu rinci.
Yang Terhormat Pembaca Blog ArsipKriminal,
Kami menghimbau untuk tidak melakukan copy-paste konten tanpa izin. Setiap artikel dibuat dengan usaha dan waktu yang tidak singkat. Untuk mengutip materi, wajib sertakan sumber dengan tautan aktif (backlink) ke laman ini. Keberatan? Hubungi Kami!